Saling berebut kekuasaan itu mungkin sudah biasa bagi para penjilat rupiah di negeri ini tapi kali ini aku menuang peringatan untuknya sebelum ajal menjemput jantungmu yang berdenyut keparat penuh dosa berimbas nanah membusuk .Anjing bagiku jika kuraih kebenaran tanpa kerja keras dan jujur begitu pun kalian penjilat rupiah .Kebenaran mungkin sebuah mimpi baginya,Perbuatan melanggar hukum adalah santapan seperti nasi setiap sesekali bisa dimakan untuk perut kosong.
Inilah cerita yang di ambil Sumber:
http://www.mediaindo.co.id tentang persamaan jentik nyamuk dan sarang koruptor
Jentik Nyamuk dan Sarang Korupsi
Adalah tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa nyamuk dan korupsi dua musuh besar bangsa ini. Yang satu menyebabkan ribuan anak bangsa ini diserang demam berdarah, yang lain menyebabkan bangsa ini berdarah-darah.
Boleh dikata, tidak ada lagi provinsi di Tanah Air ini yang bebas demam berdarah. Seperti, juga tidak ada lagi provinsi yang bebas korupsi. Demam berdarah dan korupsi adalah dua penyakit yang nyata, sangat nyata, tetapi sekaligus merupakan contoh spektakuler bagaimana buruknya bangsa ini mengatasi masalah.
Tahun lalu, misalnya, pemerintah terkaget-kaget karena setiap hari korban demam berdarah terus bertambah. Itu terjadi juga Februari, persis seperti sekarang ini. Pemerintah lalu menyediakan anggaran luar biasa, sekitar Rp100 miliar. Pemerintah ketika itu pun berjanji bahwa demam berdarah akan tuntas ditanggulangi dalam tempo tiga bulan.
Janji menanggulangi demam berdarah adalah sama dengan janji menyikat korupsi. Semuanya, sama-sama 'bodong'. Korupsi masih tetap mewabah, seperti itulah pula demam berdarah.
Akal sehat bilang, memberantas nyamuk mestinya lebih mudah ketimbang memberantas korupsi. Setidaknya, karena satu alasan, yaitu nyamuk tidak bisa menyogok, sedangkan koruptor bisa.
Lalu, di mana sulitnya memberantas nyamuk? Ilmu pengetahuan memberikan jawaban yang sangat gampang. Yaitu, dengan menggalakkan tiga M (menguras, menutup, menimbun). Menguras tempat induk nyamuk; menutup rapat tempatnya berkembang biak; serta menimbun benda-benda yang mungkin bisa menjadi tempat perindukan.
Sangat gampang, tetapi ternyata sangat sulit dalam praktik. Mengapa? Ilmu korupsi mengatakan bahwa demam berdarah perlu muncul setiap tahun, sehingga selalu ada proyek yang bisa dikuras, ditutup pertanggungjawabannya dengan cantik dan mulus, dan hasilnya bisa ditimbun untuk tujuh keturunan.
Dari perspektif ilmu korupsi itu, maka jentik-jentik nyamuk justru bisa menimbulkan sumber kebocoran anggaran dan karena itu harus dipelihara. Sebab, bukankah semakin hebat wabah demam berdarah, semakin banyak korban yang masuk rumah sakit, semakin besar pula dana yang akan dikucurkan pemerintah? Karena datangnya wabah tidak direncanakan, maka dananya pun akan mengalir dalam konteks emergency alias darurat. Dana semacam ini, biasanya jumlahnya pun membengkak.
Di negeri penyamun, malapetaka pun dimanfaatkan untuk korupsi. Di negeri yang anggaran negaranya bocor 30%, patut diduga, tidak ada pengecualian, bahwa dana untuk membasmi nyamuk pun menguap sebanyak itu. Bahkan, mungkin lebih besar.
Karena itu, sekalipun sangat sarkastis, harus dikatakan bahwa memberantas jentik nyamuk adalah sama sulitnya dengan memberantas korupsi. Sebab, dalam tiap jentik nyamuk itu bersarang pula peluang untuk korupsi.
Jentik nyamuk bahkan bisa menjadi petunjuk yang jujur. Selama masih ada nyamuk, selama itu pula masih ada korupsi di negeri ini.
No comments:
Post a Comment